Dalam keseharian hidup kita, kita memiliki rutinitas.
Sejak kita dibangunkan Allah pada pagi hari, sampai kita
ditidurkan kembali.
Rutinitas itu kita jalani berpuluh-puluh tahun. Mulai dari
kita balita, remaja, dewasa dan sampai mencapai usia saat ini.
Rutinitas tersebut, dapat saja merupakan rutinitas yang
membunuh kita, rutinitas yang sia-sia, tidak bernilai di hadapan Allah dan akan
dilemparkan kembali ke wajah kita di hari kiamat,
atau dapat pula merupakan rutinitas yang menuntun pada
kebahagiaan kita, kebahagiaan hidup dunia yang penuh barakah dan juga
kebahagiaan akhirat.
Rutinitas yang setiap hari berulang itu, bisa jadi hanya
merupakan rutinitas duniawi dan profan. Namun, dapat pula rutinitas itu menjadi
amalan dunia sekaligus amalan akhirat yang abadi di sisi Allah.
Agar rutinitas itu memiliki makna dan menjadi amalah
akhirat. Nabi SAW mengajarakan kita untuk memulai rutinitas harian dengan
menata niat dan motivasi. Dan itu dilakukan setiap hari, setiap saat, mulai
dari kita dibangunkan Allah dari tidur sampai kita ditidurkan kembali.
Nabi SAW mengajarkan agar memulai segala sesuatu dengan
do’a. Di dalam doa itu ada niat dan motivasi, untuk tujuan apakah aktivitas
kita sesungguhnya.
Saat kita bangun tidur, Nabi mangajarkan berdoa. Saat menjelang tidur kita diajarkan berdoa. Saat makan kita diajarkan berdoa. Saat kita memulai aktivitas keluar rumah kita berdoa. Saat kita memulai belajar kitapun diajarkan berdoa.
Dan banyak sekali doa-doa yang diajarkan kepada kita.
Sholat yang kita kerjakan merupakan doa. Sholat dalam pengertian bahasa adalah do’a. Perjalanan
umrah dan haji penuh dengan doa-doa, saat mulai ihram, saat kita thawaf, saat
kita sa’i, kesemuanya adalah do’a.
Do’a bukan hanya mengajarkan kepada kita agar memperbaiki
niat dan motivasi pada semua amalan, namun juga menegaskan bahwa kita adalah
hamba yang lemah, yang selalu memohon kepada Allah, penguasa seluruh alam, yang
Maha Bijaksana, Yang maha luas anugerahnya, Yang mengatur semua urusan dunia
dengan kekuasaan dan kebijaksanaannya.
Maka, lihatlah, pekerjaan yang dimulai dengan do’a, apabila
pekerjaan itu sukses dan berhasil membanggakan, tidak akan membuat kita sombong
dan membanggakan diri, sebab kita menyadari, semua yang terjadi karena izin
Allah.
Maka, lihatlah, pekerjaan yang dimulai dengan do’a, apabila
pekerjaan itu gagal dan tidak menghasilkan, tidak akan membuat kita distress
dan putus asa, karena kita yakin itu adalah cara Allah membimbing dan
menyayangi hamba-Nya.
Demikian indahnya Nabi SAW mengajarkan kepada kita melalui
suri tauladan beliau, bagaimana mengisi hari-hari dan rutinitas, mulai dari
kita dibangunkan, sampai kita ditidurkan kembali oleh Allah.
Dengan mengikuti tauladan Nabi SAW, maka tidak ada rutinitas
yang sia-sia, tidak ada amalan yang tidak bernilai. Semua rutinitas kita, semua
amalan kita, yang disertai dengan memperbaiki niat, yang disertai dengan doa,
merupakan amalan yang bukan hanya menjadi amalan dunia, namun akan abadi
menjadi amalan akhirat. Semua amalah itu menjadi ibadah, menjadi sarana
penghambaan kita kepada Allah.
Sesungguhnya kita harus ingat, bahwa Allah menciptakan Jin
dan Manusia, hanyalah agar mereka beribadah kepadaNya.
Namun, tahukah kita, saat kita meniatkan rutinitas kita
sebagai ibadah, ternyata kita memerlukan ilmu, tidak sekedar melaksanakan
rutinitas. Ibadah kepada Allah merupakan rangkaian perjalanan.
Ternyata, jalan Ibadah, jalan menuju Allah, adalah jalan
yang terjal, jalan yang sulit dilalui, banyak tanjakannya, bersangatan
kepayahannya, jauh jaraknya, besar marabahayanya, tidak sedikit rintangan dan
halangannya, terkepung dengan kebinasaan dan penuh penghadang, banyak musuh dan
penjegal, sedikit sekali teman dan pengikutnya.
Demikianlah jalan ibadah itu, jalan ibadah adalah jalan
menuju sorga, jalan menuju Allah.
Keadaan yang demikian itu sesuai dengan yang disabdakan Nabi
SAW :
“ Ingatlah, sesungguhnya sorga itu terkepung oleh berbagai
hal yang dibenci, sedangkan neraka dikelilingi oleh bermacam kesenangan nafsu.”**
Rasulullah juga bersabda :
“ Ingatlah, sorga itu bagaikan tanah terjal ditempat
ketinggian, Ingatlah, neraka itu bagaikan tanah lapang di tempat rata.”**
Maka marilah kita lihat diri kita,
Kita sebagai manusia demikian lemah, masa begitu sulit, laku
agama semakin mundur, waktu luang untuk beribadah sangat sedikit, pekerjaan
selain ibadah banyak sekali, umur sangatlah singkat dan seringkali kita gegabah
dalam beramal.
Sedangkan Allah, Dzat Maha peneliti sangat waspada, batas
hidup dan mati demikian dekat, namun jarak yang ditempuh demikian panjang dan
memerlukan bekal taat pada Allah, yang apabila masa itu lewat…tidak akan pernah
dan tidak akan pernah dapat dikembalikan lagi.
Maka barang siapa selama perjalanan hidupnya berbuat taat,
berarti akan beruntung selama-lamanya, barang siapa berbuat sebaliknya ia akan
merugi bersama orang-orang yang celaka. Semoga Allah melimpahkan kasih
sayangnya kepada kita semua.
Jalan ibadah ini, bukan merupakan jalan yang mudah, kalaupun
ada yang bertujuan ibadah, sedikit sekali yang bertekad menempuh jalannya,
tidak banyak yang bisa sampai kepada maksudnya dan menemukan yang dicari.
Para penempuh jalan ibadah yang bisa sampai kepada maksudnya,
adalah orang-orang mulia yang dipilih Allah. Kita memohon kepada Allah, semoga
berkenan menjadikan Kita termasuk orang-orang yang beruntung karena kasih
sayang-Nya.
Dalam banyak kitab yang ditulis oleh ulama-ulama yang
mengajarkan tentang perjalanan ibadah menuju Allah, perjalanan ibadah ini
memiliki langkah-langkah. Langkah ini di sebut ‘aqabah, yang berarti langkah yang harus di tempuh. Dua langkah
pertama yang harus dilalui oleh orang yang berniat sepenuh hati beribadah
kepada Allah adalah ‘aqabatul ilmi
dan ‘aqabatut taubah.
Orang yang berniat ibadah namun enggan untuk belajar ilmu
agama, hanya melakukan ibadah dengan apa adanya, menjalankan ibadah tanpa ilmu
dan hanya gerakan tanpa makna, maka bisa dibayangkan bagaimana mungkin akan
mencapai tujuan yang dimaksudkan. Maka ibadahnya penuh cacat dan mungkin
tertolak, sebagaimana seorang awam yang melakukan pengobatan atau tindakan
operasi tanpa tahu tatacara, maksud dan tujuan mengobatannya. Untuk dapat
mengobati dengan baik, maka perlu belajar ilmu kedokteran.
Orang yang berniat ibadah namun enggan untuk bertaubat, yang
berarti bukan hanya menyesali kesalahan dan dosa di masa lalu, juga menyesali
banyaknya waktu yang telah disia-siakan dan mengkhianati anugerah umur yang
diberikan Allah. Maka akan sulit mencapai tujuan dan nikmatnya beribadah kepada
Allah.
Semoga Allah menyayangi kita dengan menggerakkan hati kita
untuk memilih jalan Ibadah kepada-Nya, menyadarkan kita untuk segera mendalami
ilmu agama, memberikan kekuatan pada kita untuk bertaubat. Karena hanya dengan
memulai dua langkah pertama inilah, perjalanan ibadah kita menuju Allah menjadi
lapang.
Kita berdoa semoga rutinitas yang telah kita kerjakan
bertahun-tahun lalu, bukan merupakan rutinitas yang sia-sia, bukan rutinitas
yang tidak bernilai, karena jika demikian, alangkah malangnya kita, alangkah
ruginya kita, sedang umur kita mungkin tinggal sejengkal dan sehasta. Maka,
tidak bosan-bosannya kita memanjatkan doa…Rabbana taqabbal minna….Rabbana
taqabbal minna….
Semoga Allah melunakkan hati kita, menumbuhkan niat untuk
menempuh jalan ibadah, menghiasi semua aktivitas kita dengan niat untuk
semata-mata mendekatkan diri kepada-Nya.
Semoga Allah memudahkan langkah kita semua. Amiin ya Rabbal
Alamin.
(**Hadis dan beberapa konten merujuk dari Kitab Minhajul 'Abidin, Imam Al-Ghazali)