zurich

zurich
Kolateral di tengah kota, Zurich Course Interventional Neuroradiology, Agustus 2016

Laman

Sabtu, 09 Desember 2017

Jalan Sunyi, Jalan Sang Pencari

Maka….harus sekaranglah aku memilih
Meniti jalan ini……
Jalan lengang namun lapang
Meski terang, sedikit sekali yang mau memandang

Jalan ini, jalan Uwais Al-Qarni
Sang penggembala yang sepi....
Tiada penduduk bumi mengenalnya
Kecuali Baginda yang hidup dalam semasa
Beliau berdua tak pernah bersua
Namun ramai penduduk langit membicarakannya

Jalan sunyi, bukan berarti tak bercahaya
Pendarnya hakiki, bukan semu semata
Apa yang tampak mata manusia
Adalah pantulan, bukan cahaya sebenarnya

Maka jangan kau pernah mengira wahai manusia
Bahwa gua Ashabul Kahfi gelap gulita
Sungguh hakekat cahaya ada di sana
Menyeruak dalam dada, menyingkap banyak rahasia

Maka kini sudah tiba waktunya
Kau titi jalan sunyi
Sunyi tipu daya dunia dan manusia

Saatnya mengikuti jejak Baginda Nabi…..
Menyepi…..
Menyiapkan diri menerima....
Limpahan cahaya Sang Pencipta

Saat cahaya itu tiba……
Tiada satupun dapat menghambatnya
Cacian, makian, semua duka dan derita…
Adalah tangga menuju mulia
Tiada sedih tiada gundah
Bagi mereka yang sungguh-sungguh mendekat pada Tuhannya

Bismillah….kan kutempuhi pasti
Jalan sunyi…Jalan menuju Ilahi

Kamis, 07 Desember 2017

Terpana dihadapan Baginda

Di depan Maqbarah Nabi…
Detak jantung seolah berhenti
Sungguh tak mampu kuangkat wajahku
Hanya terpaku, tertunduk penuh dan malu

Aku menyampaikan salam penuh takzim
Assalamu ‘alaika ya Rasulallah….
Assalamu ‘alaika ya Nabiyallah…
Salam yang terdengar amat lirih
Antara rindu penuh dan cemas meranggas
Terdengar rasa gemuruh dalam dada
Berpadu rasa kawatir dan bahagia

Langkah-langkah yang mulanya bergegas….
Kini terdiam kaku
Mulut membeku tanpa kata lagi
Dihadapan agungnya kekasih hati

Ya Rasulullah…
Lidah ini kelu….
Karena menggunung dosa-dosaku
Jauh sudah diriku, dari Kautsar telagamu
Betapa,
tak terhitung lalai dan abai
Dirudung milyaran maksiat tak ternilai….

Dihadapan Maqbarahmu….
Sungguh gemetar sekujur tubuhku
Meski hati malu dan pilu……
Namun, entah mengapa
Seketika hilang dan musnah rasa resah
Terkikis habis rasa gelisah
Berganti bahagia tiada tara..
Seolah hati bersimbah cahaya

Assalamu ‘alaika ya habibana….
Assalamu ‘alaikan ya Rasulallah warahmatullahi wabarakatuh…..

Minggu, 03 Desember 2017

Tentaramu wahai Baginda....

Hari ini,
Kami dendangkan shalawat ke hadiratmu
Dan sungguh....
tetap saja tak mampu kami bayangkan sosok agungmu
Wahai kekasih,
Pemimpin kafilah ummat dunia akhirat

Ya Rasul,
Sahabatmu dapat menatap wajah indahmu
Sungguh Aku tak bisa....
Sahabatmu dapat berjihad dibawah panjimu
Sungguh Aku tak dapat...

Namun, Ya Rasulullah..
Terimalah kami sebagai bala tentaramu
Bala tentara akhir zaman
Ijinkanlah kami berjuang atas namamu
Dengan apapun yang kami punya
Ijinkan kami melangkah...
Meniti jejak langkah-lagkah indahmu

Jauh zaman jarak darimu
Namun, sambungkanlah barakah cintamu
Mengiringi langkah-langkah lemah kami
Kuatkanlah....tatkala oleng dan limbung
Tegakkanlah.....tatkala serong dan layu

Kelemahan kami ya Rasul...
Mengharap doa-doamu
kealpaan kami ya Nabi....
Mengharap indahnya syafaatmu

Ya Rasulullah...
Terimalah kami sebagai bala tentaramu
Ijinkan lidah kami sebagai penyambung risalah
Dan semua usia kami dalam jalanmu

Assholatu wassalamu 'alaika ya Rasulullah

Maulid Nabi, 12 Rabiul Awwal 1439 H/ 1 Desember  2017

Senin, 27 November 2017

Mohon Ampun...

Saat kubuka media sosial,
ku lihat berita korupsi tokoh nasional
Tak terkira hujatan,
Tak terperi ledekan
Ada rasa bahagia diam-diam
Inilah hiburan gratis menyenangkan

Yang demikian, mungkin memang ia layak
Agar menjadi pelajaran orang banyak
Namun mari kita saksikan
Agar diri kita tak miskin panduan

Dalam hati, diam-diam tanpa terasa aku ikut mencibirnya
Aku mengutuknya, seolah mustahil terjadi padaku
Tak sepotong doa terdengar
Agar datang petunjuk dan hidayah padanya
Tak secuilpun muncul harapan
seolah layaklah itu kutukan

Tak tahu kenapa, hatiku luluh bergetar
Tatkala mengingat sebuah kisah
Seorang wanita tuna susila yang meninggal husnul khatimah
Hanya karena dalam hatinya masih ada secuil harapan
Akan masa depan dan Ampunan Tuhan

Sontak aku tak lagi memikirkannya
Aku terpaku, gelisah akan diriku
Memikirkan diri ini di akhir hayat
Jangan-jangan, sang tokoh mendapat anugrah ampunan
Sedang aku, ....terlempar dalam kebinasaan
Karena memelihara rasa sombong diam-diam

Surabaya, 23 November 2017

Semunya Cintaku ?

Usia menjelang senjaku
Masih datang rasa sedihku
Akan kelalaian
Tentang pengingkaran.....

Mengapakah,
Tak jua menjadi pengingat
Datangnya uban yang memutih sangat
Tak hendak penuh bersimpuh
Di kala badan utuh berkeluh

Ku saksikan setiap saat
Perginya satu persatu sahabat
Entah mengapa,
Belum penuh dada bertekad
Menghadap Tuhan penuh bertaubat

Ya Allah....Tuhan semesta
Bukakan mata, luaskan dada
Agar cinta hadir sepenuh jiwa
Biarkanlah semua menjelma indah
Tiada berat, tiada duka
Mencinta-Mu penuh gelora

Surabaya, 27 Nov 2017

Jumat, 24 November 2017

Anang, Guru yang selalu terkenang...


Lewat sudah waktu berjalan, melaui masa demi masa, rasa demi rasa
Namun, wajah tegas dan sosok liat-mu tak pernah hilang dari ingatan
Entah, hampir tak pernah ku dengar, ada keluh kesah dari bibirmu
Hanya dzikir yang tak pernah terputus, baik terang-terangan maupun diam-diam

Tak ada banyak nasihat, tak ada banyak pesan dan cakap
Mendidik dan menyayangi anak cucumu,
cukuplah dengan contoh dan suri tauladan
Bagimu,
Menyayangi tak harus dengan pelukan erat
Mencintai tak harus dengan dekapan hangat
Namun, doa-doa yang kau panjatkan di tengah malam
Melebihi semua kata cinta, yang diucapkan banyak manusia

Cintamu pada kami sungguh abadi
Masih kurasakan hingga kini
Hangatnya tatapan dan tajam mata hatimu,
adalah energi yang tak pernah beranjak pergi

Kami selalu datang untuk mohon do’a dan didoakan
Bukan karena kami tak yakin dengan doa-doa yang kami panjatkan
Bukan karena kami tak ingin berdo’a dan mengangkat tangan kami sendiri
Tapi hati tulus tak terbatasmu, keistiqomahan amal ibadahmu
Seakan membuat pintu-pintu langit terbuka
Agar rahmat Allah terbuka bagi kami, anak dan cucumu

Matur nuwun dan terimakasih Anang H. Mansoer Arifah,
Kami sangat yakin Allah menyayangimu
Andai kami masih bisa meminta do’a,
Kami akan meminta agar engkau berkenan mendoakan kami
Agar sisa hidup kami bisa lurus dalam ibadah,
Dan tetap dalam istiqamah
Sebagaimana hidup dan akhir hayatmu...

Allahummagfirlahu…warhamu ya Allah

Surabaya, 25 November 2017

Minggu, 12 November 2017

Ke Delhi ku kembali

Entah angin apa lagi
Yang membawa hati ini kembali
Meski banyak orang berkata
Buat apa lagi mengunjungi India

Mereka mungkin tak mengerti
Tentang arti rindu akan sang guru
Sosok kukuh menginspirasi
Pelukis wajah baru neurologi

Kami hirup lagi udara Delhi
Kami teguk lagi ilmu sepenuh hati
Kami sampaikan salam hormat
Pada sang guru penuh hikmat

Kini guru kami tak lagi di Delhi
Tapi kenangan indahnya tak mudah pergi
Dulu, jalan itu sunyi tanpa teman
Sekarang, semua orang ingin berkawan

Kami datang dengan dua tujuan
Mereguk ilmu itu yang pertama
Memberi penghormatan itu yang utama

Selamat jalan wahai guru panutan
Delhi milikmu itu,
Takkan pernah hilang dari benakku

WFITN Course Delhi, November 1-5, 2017

Minggu, 22 Oktober 2017

World Stroke Day Suara Surabaya 2017


What’s your reason for preventing stroke ? apa maksudnya ?
Stroke merupakan beban sosial dan ekonomi bagi individu maupun masyarakat. Masing-masing orang memiliki alasan mengapa dia harus terhindar dari stroke.
Seorang Ayah yang merupakan tulang punggung keluarga memiliki alasan untuk terhindar dari stroke agar keluarganya secara sosial ekonomi tetap berjalan normal, anak-anak bisa tetap sekolah, dan tetap produktif dalam bekerja. Demikian pula dengan seorang Ibu, yang memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga.
Seorang Anak atau remaja memiliki alasan untuk terhindar dari stroke, karena serangan stroke dapat saja meruntuhkan harapan hidup dan masa depannya
Seorang Kakek atau Nenek, dapat menghabiskan sisa usia dengan cucu dan keluarga, dapat beribadah dengan baik dan mengisi sisa usia dengan bahagia.
Bagi masing2 profesi juga memiliki alasan untuk tetap berkarya, seorang guru bisa tetap mengajar, seorang dokter tetap dapat merawat pasien, seorang karyawan tetap bisa bekerja sesuai jadwal dsb.

Apakah masyarakat selama ini tidak punya alasan kuat untuk mencegah stroke ? apa buktinya ?
Buktinya banyak pasien yang sudah terserang stroke tidak tahu bahwa mereka sebenarnya punya resiko tinggi terserang stroke. Banyak diatara mereka yang baru tahu memiliki Hipertensi, Diabetes, atau Kadar Kolesterol yang tinggi setelah mereka terkena stroke.

Atau mereka tahu, namun tidak serius untuk menghindari dan mengelolanya, misalnya mereka tetap merokok walaupun banyak sekali peringataan bahwa merokok menyebabkan serangan jantung, kanker dan stroke.

Data di Indonesia, Berdasarkan RISKESDAS 2013, usia > 55 tahun, 5x lebih besar terkena stroke disbanding usia 14-54 tahun. Atau pasien hipertensi dan diabet memiliki kemungkinan 3x lebih besar terserang stroke disbanding orang yang tidak memiliki HT dan DM.

Resiko ini akan meningkat apabila pada satu individu berusia >55 tahun, memiliki DM dan HT secara simultan.

Kenapa data WHO tidak cukup menakut-nakuti ?
Hal ini mungkin berkaitan dengan akses informasi,pemahaman dan kesadaran. Banyak yang sudah diinformasikan namun masyarakat menganggap hal itu bukan sesuatu yang serius. Karena itu melalui momen-momen semacam ini terus disampaikan tentang bahaya stroke dan bebannya bagi individu maupun masyarakat.

Kenapa kualitas penderita stroke berubah ?
Stroke bukan hanya menyerang fisik, namun juga fungsi kognitif. Pasien stroke juga mengalami nyeri, gangguan kognitif, kesulitan mobilisasi, dan depresi.
Seorang pasien yang bergelar doktor atau professor tiba-tiba tidak bisa membaca atau menghitung hitungan sederhana, kesulitan mengingat dan menyimpan memory jangka pendek. Ini akan merubah seluruh hidupnya.

Kapan stroke mulai mempengaruhi seluruh hidup ?
Tatkala stroke sudah mengganggu aktivitas rutin harian normal. Seorang guru tidak bisa mengajar lagi, seorang karyawan tidak bisa memenuhi pekerjaan sesuai target dsb. Pendek kata tatkala mereka yang terkena stroke tidak bisa kembali pada ritme kerjanya semula.

Apa penyebab stroke ?
Modifiable dan Non-Modifiable.
Modifiable : usia, jenis kelamin, dan ras, riwayat keluarga
Non Modifiable yang paling berpengaruh adalah :
Hipertensi
Kelainan Irama jantung (AF)
Diabetes Mellitus
Merokok
Hipercholesterol
Inaktivitas Fisik (couch potato)
Berat badan (Overweight)

Siapa yang bisa terkena stroke ? siapa yang paling rawan ?
Semua orang bisa terkena stroke, namun yang paling rawan adalah yang paling banyak memiliki faktor resiko

Bagaimana gejalanya ?
Face weakness
Arm weakness
Speech difficulty
Time to hospital

Bagaimana mencegah stroke ?
Dengan memodifikasi faktor resiko seoptimal mungkin

Sabtu, 14 Oktober 2017

Antara Nice dan Barcelona

Kutatap benua biru dari angkasa
Menyusuri tepian pantai jernih memukau
Daratannya kokoh rapi tersusun
Hasil peradaban abad ke abad

Kuteguk ilmu, seteguk demi seteguk
Kusimpan dalam-dalam realitasnya
Kuhayati pelan-pelan hakekatnya
Begini rupanya sains itu tercipta

Ilmu Allah tiada batas,
Namun takkan muncul, takkan datang
Kecuali kau kaji, dan kau tuliskan
Jadilah lentera, penerang zaman

Antara Nice dan Barcelona
Tertegun dalam sendiri
Mampukah berkarya nyata
Karya yang memiliki atsar lama
Saat kita meninggalkan dunia

easyJet, flight EZY 1697, 5th Oct 2017

Sabtu, 23 September 2017

Menyongsong Akhir Hayat

Hidup ini merupakan suatu perputaran yang berulang-ulang. Pagi, siang, sore dan kemudian tibalah waktu malam. Setelah malam hilang, muncul fajar, dan akan muncul pagi kembali. Kehidupan manusia dimulai dari rahim, lahir, balita, anak, remaja, dewasa dan manula. Setiap anak akan menjadi orang tua pada waktunya, dan akan melahirkan anak-anak dan generasi berikutnya. Demikianlah waktu berputar dari generasi ke generasi.

Bagian akhir dari perjalanan kehidupan adalah perpisahan dari dunia fana. Belum lama kita mendengar kematian guru-guru kita, esok hari kita mendengar kematian sahabat kita. Belum lama kita menghikmati wafatnya orang tua kita, terdengar kabar meninggalnya murid atau mahasiswa kita. Betapa kehidupan demikian cepat, waktu demikian pendek.

Maka, saat mendengar kematian mereka, saat kita mengantarkan jenazah ke pekuburan mereka, kita menyampaikan salam kepada sang mati, dan kita berkata dengan penuh keyakinan, “Kami insyaAllah akan menyusul kalian.”

Maka, perpisahan dengan dunia fana yang bagaimanakah yang kita hadapi nanti, kematian seperti apakah yang kita harapkan ? tak satupun tahu sisa usia kita, betapa banyak bayi dalam rahim telah kehilangan ruh sebelum mereka lahir ke dunia. Berapa banyak pula balita yang meninggal sebelum mereka mencapai usia dewasa. Tak seorangpun mengerti seberapa panjang sisa usianya, adakah sehasta atau sedepa.

Karena kematian, perpisahan dengan dunia fana, menuju dunia abadi adalah suatu kepastian dan keniscayaan, terserah pada kita semua, akankah memilih kematian yang indah dan husnul khatimah, ataukah kematian yang buruk atau su’ul khatimah.

Kematian yang indah adalah kematian dalam keimanan, kematian dalam Tauhid. Sabda Rasulullah “ Barang siapa akhir kalamnya La Ilaha Illallah akan masuk Sorga.” Siapakah kita ini sekarang, adakah akhir hayat kita akan fasih melafalkan kalimat tersebut ?

Kematian, berpisahnya jasad dari ruh, digambarkan oleh Rasulullah sebagai hal yang sangat menyakitkan dan menakutkan. Saat kesakitan itu sangat, saat ketakutan itu mencekam, maka kesadaran dan logika kita akan kabur. Yang muncul adalah aktivitas bawah sadar kita. Ucapan dan suasana batin akhir hayat kita akan ditentukan oleh memori dalam otak kita yang kita rawat selama hidup, bukan memori yang baru kita bangun di akhir hayat.

Marilah kita lihat orang tua. Sebagaimana dalam surat Yasin dijelaskan “ Barangsiapa ditambahkan umurnya, makan akan dikembalikan kembali kemasa awal kejadiannya.” Yang tersisa di dalam otaknya adalah memori jangka panjangnya. Memori jangka panjang di bentuk tidak dalam sekali dua kali paparan, tidak dalam satu dua waktu. Pembentukan memori jangka panjang memerlukan usaha dan repetisi.

Dalam neurologi, memori dapat singkat sesaat, working memory. Bisa merupakan memori jangka pendek, short term memory, dan dapat merupakan memori jangka panjang, long term memory. Memori sesaat dan memori jangka pendek adalah memori yang terganggu fungsinya saat memasuki usia tua. Memori sesaat berada di prefrontal korteks, ia berhubungan dengan atensi dan konsentrasi. Ia berhubungan dengan fungsi eksekutif , organizing dan planning. Memori ini merupakan jalan masuk bagi memori jangka pendek dan jangka panjang. Selama memori sesaat ini berfungsi, kemungkinan untuk menyimpan segala sesuatu dalam memori jangka pendek dan jangka panjang masih sangat memungkinkan.

Saat seseorang terkejut, panik, ketakutan, yang hadir dalam kekalutannya adalah memori jangka panjang. Akal, yang merupakan representasi fungsi eksekutif, tidak lagi berfungsi, yang tersisa adalah kalbu. Kalbu atau hati merupakan representasi memori jangka panjang yang terbentuk bertahun-tahun dan di asah secara terus menerus. Kalbu ini adalah nurani. Maka tatkala seseorang dianggap tidak memiliki hati nurani, sesunggunya dia tidak memiliki dan menjalani proses pembentukan memori jangka panjang yang positif, yang dia miliki adalah proses pembentukan memori jangka panjang yang negatif. Nurani, adalah representasi memori jangka panjang positif, dalam kondisi sadar merupakan sumber pertimbangan yang muncul dalam berbagai kekalutan.

Maka, terserah kepada kita, kembali kepada kita, apakah kita akan menimbuni dan memenuhi otak kita dengan memori jangka panjang positif, sehingga kita memiliki nurani yang peka, kalbu yang khusyuk ? ataukah akan kita timbuni dan kita penuhi memori jangka panjang dengan segala sesuatu yang negatif dan destruktif ?

Karakter, baik budi, dan akhlaq terpuji sesungguhnya bermula dari simpanan-simpanan memori yang terbentuk sejak awal kehidupan, bertahun-tahun. Tatkala ia tersimpan dalam memori jangka panjang, sulit dan bahkan mustahil untuk mengubahnya. Karena ia telah mengkristal dan menjadi ‘ilmul yaqin. Apakah ilmul yaqin itu ? Ilmu yakin adalah ilmu yang bisa dijadikan sandaran. Tatkala ada sesorang yang mampu membelah lautan ataupun memadamkan cahaya bulan, kemudian dia mengatakan bahwa 10 dikurangi 3 adalah 5, maka tentu dia tidak akan mampu mengubah keyakinan kita, apapun yang terjadi kita tetap meyakini bahwa 10 dikurangi 3 adalah 7. Inilah yang di maksud ilmul yaqih, dan keyakinan kita menjadi keyakinan haqqul yaqiin.

Karakter, adalah hasil yang berasal dari proses mental dan bahan utamanya adalah limpahan dan timbunan memori jangka panjang, ini merupakan suatu proses yang terus menerus dan memerlukan usaha keras. Karakter merupakan sikap, gesture, ungkapan dan perilaku dhohir yang bisa kita lihat dan nilai. Ia menggunaakan kekuatan ketiga memori secara simultan. Memori jangka panjang adalah proses yang didapatkan dari modalitas sensorik otak, mulai visual, auditorik, taktil dan deep sensibility.

“Lisanul haal, afshohu min lisanil maqaal.” begitu kata pepatah.

Mengapakah contoh dan perilaku itu lebih tertanam penuh dalam otak sang murid di banding kata-kata saja ? Karena contoh dan perilaku merupakan kumpulan cerita, sekuens. Otak lebih mudah menyimpan memori yang berupa sekuens dibanding hanya auditorik. Sekuens (memori tentang fakta dan peristiwa) merupakan memori yang memiliki tempat penyimpanan yang lebih luas di otak di banding memori auditorik dan sangat mudah disimpan menjadi memori jangka panjang. Sehingga, seseorang akan lebih mudah mengingat cerita dibanding suatu pernyataan dan nasehat saja. Inilah mengapa, kitab-kitab sufi selalu didahului atau diselingi kisah-kisah penuh hikmah. Inilah mengapa dalam Al-qur’an banyak sekali kisah-kisah Nabi dan orang sholih.


Maka, kembali pada kehidupan akhir hayat, maka siapakah kita yang akhir hayat kita mengucapkan lafadz La ilaha Illallah ? adalah dia yang sepanjang hidupnya melafazdkan dan mengamalkan maknanya. Tidak ada Tuhan Selain Allah, maka artinya kita membebaskan diri secara terus menerus dari penghambaan terhadap benda dan penghambaan terhadap sesama. Kita melafadzkannya dalam sholat, dzikir dan kehidupan keseharian kita, kita mengaktualisasikannya dalam aktivitas kehidupan kita. Membebaskan diri terhadap dunia, artinya kita tidak menghamba pada dunia, kita menghamba hanya pada Allah. Kita tidak tunduk pada kekuasaan dan kemauan manusia, namun kita tunduk pada Allah semata.

Selasa, 05 September 2017

Rutinitas Yang Bernilai......

Dalam keseharian hidup kita, kita memiliki rutinitas.
Sejak kita dibangunkan Allah pada pagi hari, sampai kita ditidurkan kembali.
Rutinitas itu kita jalani berpuluh-puluh tahun. Mulai dari kita balita, remaja, dewasa dan sampai mencapai usia saat ini.
Rutinitas tersebut, dapat saja merupakan rutinitas yang membunuh kita, rutinitas yang sia-sia, tidak bernilai di hadapan Allah dan akan dilemparkan kembali ke wajah kita di hari kiamat,
atau dapat pula merupakan rutinitas yang menuntun pada kebahagiaan kita, kebahagiaan hidup dunia yang penuh barakah dan juga kebahagiaan akhirat.

Rutinitas yang setiap hari berulang itu, bisa jadi hanya merupakan rutinitas duniawi dan profan. Namun, dapat pula rutinitas itu menjadi amalan dunia sekaligus amalan akhirat yang abadi di sisi Allah.

Agar rutinitas itu memiliki makna dan menjadi amalah akhirat. Nabi SAW mengajarakan kita untuk memulai rutinitas harian dengan menata niat dan motivasi. Dan itu dilakukan setiap hari, setiap saat, mulai dari kita dibangunkan Allah dari tidur sampai kita ditidurkan kembali.

Nabi SAW mengajarkan agar memulai segala sesuatu dengan do’a. Di dalam doa itu ada niat dan motivasi, untuk tujuan apakah aktivitas kita sesungguhnya.

Saat kita bangun tidur, Nabi mangajarkan berdoa. Saat menjelang tidur kita diajarkan berdoa. Saat makan kita diajarkan berdoa. Saat kita memulai aktivitas keluar rumah kita berdoa. Saat kita memulai belajar kitapun diajarkan berdoa.

Dan banyak sekali doa-doa yang diajarkan kepada kita. 
Sholat yang kita kerjakan merupakan doa.  Sholat dalam pengertian bahasa adalah do’a. Perjalanan umrah dan haji penuh dengan doa-doa, saat mulai ihram, saat kita thawaf, saat kita sa’i, kesemuanya adalah do’a.

Do’a bukan hanya mengajarkan kepada kita agar memperbaiki niat dan motivasi pada semua amalan, namun juga menegaskan bahwa kita adalah hamba yang lemah, yang selalu memohon kepada Allah, penguasa seluruh alam, yang Maha Bijaksana, Yang maha luas anugerahnya, Yang mengatur semua urusan dunia dengan kekuasaan dan kebijaksanaannya.

Maka, lihatlah, pekerjaan yang dimulai dengan do’a, apabila pekerjaan itu sukses dan berhasil membanggakan, tidak akan membuat kita sombong dan membanggakan diri, sebab kita menyadari, semua yang terjadi karena izin Allah.
Maka, lihatlah, pekerjaan yang dimulai dengan do’a, apabila pekerjaan itu gagal dan tidak menghasilkan, tidak akan membuat kita distress dan putus asa, karena kita yakin itu adalah cara Allah membimbing dan menyayangi hamba-Nya.

Demikian indahnya Nabi SAW mengajarkan kepada kita melalui suri tauladan beliau, bagaimana mengisi hari-hari dan rutinitas, mulai dari kita dibangunkan, sampai kita ditidurkan kembali oleh Allah.

Dengan mengikuti tauladan Nabi SAW, maka tidak ada rutinitas yang sia-sia, tidak ada amalan yang tidak bernilai. Semua rutinitas kita, semua amalan kita, yang disertai dengan memperbaiki niat, yang disertai dengan doa, merupakan amalan yang bukan hanya menjadi amalan dunia, namun akan abadi menjadi amalan akhirat. Semua amalah itu menjadi ibadah, menjadi sarana penghambaan kita kepada Allah.

Sesungguhnya kita harus ingat, bahwa Allah menciptakan Jin dan Manusia, hanyalah agar mereka beribadah kepadaNya.

Namun, tahukah kita, saat kita meniatkan rutinitas kita sebagai ibadah, ternyata kita memerlukan ilmu, tidak sekedar melaksanakan rutinitas. Ibadah kepada Allah merupakan rangkaian perjalanan.

Ternyata, jalan Ibadah, jalan menuju Allah, adalah jalan yang terjal, jalan yang sulit dilalui, banyak tanjakannya, bersangatan kepayahannya, jauh jaraknya, besar marabahayanya, tidak sedikit rintangan dan halangannya, terkepung dengan kebinasaan dan penuh penghadang, banyak musuh dan penjegal, sedikit sekali teman dan pengikutnya.

Demikianlah jalan ibadah itu, jalan ibadah adalah jalan menuju sorga, jalan menuju Allah.
Keadaan yang demikian itu sesuai dengan yang disabdakan Nabi SAW :

“ Ingatlah, sesungguhnya sorga itu terkepung oleh berbagai hal yang dibenci, sedangkan neraka dikelilingi oleh bermacam kesenangan nafsu.”**

Rasulullah juga bersabda :

“ Ingatlah, sorga itu bagaikan tanah terjal ditempat ketinggian, Ingatlah, neraka itu bagaikan tanah lapang di tempat rata.”**

Maka marilah kita lihat diri kita,
Kita sebagai manusia demikian lemah, masa begitu sulit, laku agama semakin mundur, waktu luang untuk beribadah sangat sedikit, pekerjaan selain ibadah banyak sekali, umur sangatlah singkat dan seringkali kita gegabah dalam beramal.
Sedangkan Allah, Dzat Maha peneliti sangat waspada, batas hidup dan mati demikian dekat, namun jarak yang ditempuh demikian panjang dan memerlukan bekal taat pada Allah, yang apabila masa itu lewat…tidak akan pernah dan tidak akan pernah dapat dikembalikan lagi.

Maka barang siapa selama perjalanan hidupnya berbuat taat, berarti akan beruntung selama-lamanya, barang siapa berbuat sebaliknya ia akan merugi bersama orang-orang yang celaka. Semoga Allah melimpahkan kasih sayangnya kepada kita semua.

Jalan ibadah ini, bukan merupakan jalan yang mudah, kalaupun ada yang bertujuan ibadah, sedikit sekali yang bertekad menempuh jalannya, tidak banyak yang bisa sampai kepada maksudnya dan menemukan yang dicari.

Para penempuh jalan ibadah yang bisa sampai kepada maksudnya, adalah orang-orang mulia yang dipilih Allah. Kita memohon kepada Allah, semoga berkenan menjadikan Kita termasuk orang-orang yang beruntung karena kasih sayang-Nya.

Dalam banyak kitab yang ditulis oleh ulama-ulama yang mengajarkan tentang perjalanan ibadah menuju Allah, perjalanan ibadah ini memiliki langkah-langkah. Langkah ini di sebut ‘aqabah, yang berarti langkah yang harus di tempuh. Dua langkah pertama yang harus dilalui oleh orang yang berniat sepenuh hati beribadah kepada Allah adalah ‘aqabatul ilmi dan ‘aqabatut taubah.

Orang yang berniat ibadah namun enggan untuk belajar ilmu agama, hanya melakukan ibadah dengan apa adanya, menjalankan ibadah tanpa ilmu dan hanya gerakan tanpa makna, maka bisa dibayangkan bagaimana mungkin akan mencapai tujuan yang dimaksudkan. Maka ibadahnya penuh cacat dan mungkin tertolak, sebagaimana seorang awam yang melakukan pengobatan atau tindakan operasi tanpa tahu tatacara, maksud dan tujuan mengobatannya. Untuk dapat mengobati dengan baik, maka perlu belajar ilmu kedokteran.

Orang yang berniat ibadah namun enggan untuk bertaubat, yang berarti bukan hanya menyesali kesalahan dan dosa di masa lalu, juga menyesali banyaknya waktu yang telah disia-siakan dan mengkhianati anugerah umur yang diberikan Allah. Maka akan sulit mencapai tujuan dan nikmatnya beribadah kepada Allah.

Semoga Allah menyayangi kita dengan menggerakkan hati kita untuk memilih jalan Ibadah kepada-Nya, menyadarkan kita untuk segera mendalami ilmu agama, memberikan kekuatan pada kita untuk bertaubat. Karena hanya dengan memulai dua langkah pertama inilah, perjalanan ibadah kita menuju Allah menjadi lapang.

Kita berdoa semoga rutinitas yang telah kita kerjakan bertahun-tahun lalu, bukan merupakan rutinitas yang sia-sia, bukan rutinitas yang tidak bernilai, karena jika demikian, alangkah malangnya kita, alangkah ruginya kita, sedang umur kita mungkin tinggal sejengkal dan sehasta. Maka, tidak bosan-bosannya kita memanjatkan doa…Rabbana taqabbal minna….Rabbana taqabbal minna….

Semoga Allah melunakkan hati kita, menumbuhkan niat untuk menempuh jalan ibadah, menghiasi semua aktivitas kita dengan niat untuk semata-mata mendekatkan diri kepada-Nya.
Semoga Allah memudahkan langkah kita semua. Amiin ya Rabbal Alamin.

(**Hadis dan beberapa konten merujuk dari Kitab Minhajul 'Abidin, Imam Al-Ghazali)

Jumat, 30 Juni 2017

Mengapa ber-umrah lagi...

Aku bertanya.......
mengapa mereka ber-umrah lagi.. ?
mengapa tak cukup hanya satu kali...
Apakah ini hanya perasaan iri, ataukah rasa sayang pada mereka yang pergi....?

Ada yang berkata, buat apa ber-umrah lagi...?
bukankah harta yang dipakai, bisa untuk mereka, yang lemah ekonomi...
bukankah harta yang dipakai,  bisa untuk mereka, yang lebih layak disantuni....

Wahai....
betapa kini aku merasa...
selepas umrah bertahun-tahun lalu,
hatiku kelu dan bisu....
rutinitas keseharianku, telah membunuh nuraniku...
hatiku begitu keruh, tak mampu menangis saat berdoa, bersimpuh, mengaduh.....
tak mampu lagi mencinta Tuhan semesta, sepenuh jiwa....

Wahai....
Kemana kan kucari obat keruhnya jiwa...
saat di  Tanah Air, tak jua kutemukan obatnya...
Bacaan Al-Qur'an ku, tak lagi mampu menembus kalbu...
Gerakan sholatku, hanya gerakan tanpa makna dan semu...
Tangan-tangan tengadah dalam doa, tak lagi mampu mengalirkan bening air mata....

Maka....kini aku merasakan...
ternyata akalku penuh kebodohan tentang Tuhan Alam semesta
hatiku yang sombong telah begitu angkuhnya...
Amalku.....penuh kedzaliman bagi saudara dan saudari...

Hanya dengan mengakui kebodohan, kesombongan dan kedzaliman diri....
bersimpuh di depan Maqbarah Nabi...
bergelanyut di depan pintu Baitullah....
Air mata ini tumpah...
Hati ini hancur....
Jiwa ini lebur...

Wahai Aku,
Wahai Diriku......
jangan....!
jangan lagi kau berkomentar tentang umrah saudaramu...
Sungguh...mungkin engkau tak akan mampu mengobati galau hatinya....
Sungguh...mungkin engkau tak akan dapat mengobati luka jiwanya......
Sungguh....yang ia butuhkan hanya obat dan penawar dari Sang Maha....

Ya Allah...
di pintu Mu aku mengetuk.....
Jika tak jua terbuka...
Kemana lagi hamba akan menghiba....

Makkah Al-Mukarramah, 1 Syawal 1438 H/ 25 Juni 2017

Minggu, 01 Januari 2017

Kegalauan para (Wali) Murid

Di saat dunia disinari terik ketidakpastian, ada kekhawatiran tentang masa depan generasi penerus. Kekhawatiran ini, berkaitan dengan kesiapan generasi untuk berkompetisi di dunia nyata, dan kesiapannya dalam menjadikan dirinya sebagai hamba Tuhan-nya.

Kegalauan muncul di kalangan orang tua, dalam usaha memaksimalkan intelektualitas putra-putrinya, seiring dengan spiritualitas mereka. Seolah, sekarang kedua hal ini memiliki kutub berbeda. Jika satu kutub dimaksimalkan, maka kutub lain akan terabaikan. Sebagaimana kehidupan dunia dan akhirat, yang silih berganti saling mendominasi, menurut Imam Al-Ghazali, mengambil salah satu akan menjauhkan yang lain. Sungguh tidak banyak yang berhasil mengambil jalan keduanya secara seimbang.

Orang tua, apabila memiliki latar belakang kehidupan agama dan spiritualitas yang kuat, dimana dia bukan hanya meng-imani agama (Islam), namun mengilmui dan menjalankan, maka akan merindukan generasi yang mampu mengkaji (bukan hanya mengaji) agama ini dari sumbernya. Dalam tataran praktis mampu membaca literatur kitab berbahasa Arab (baca : kitab kuning dengan segala varian kontemporer-nya). Di sisi lain, orang tua juga merindukan generasi yang memiliki peran besar dalam kehidupan dunia, semisal menjadi menjadi insinyur, dokter, atau ekonom handal.

Menjadikan seorang anak memiliki kemampuan maksimal dalam dua dunia tersebut, tentu tidaklah mudah. Bahkan, dalam tataran praktis terlihat canggung. Kecanggungan ini tergambar pada generasi serba tanggung. Generasi ini pada akhirnya justru tak mampu berkompetisi secara maksimal, di bidang kelilmuan agama tidak sepenuhnya kuat, namun dunia kerja juga amat berat berbuat.

Tiga paragraf kecil ini adalah bagian awalnya, dari sinilah diskusi panjang akan bermula.

Mencari Formulasi Ideal

Adanya generasi yang menguasai dan memahami dua ranah sekaligus, ranah sains dan ranah ilmu agama, sebenarnya sudah dipikirkan oleh para pendahulu kita. Adanya sekolah formal dalam pesantren, atau adanya sekolah di bawah departemen agama dengan konten ilmu agama yang lebih banyak disamping ilmu umum (MIN,MTsN, MAN, UIN) telah banyak bertebaran di mana-mana.

Hasilnya, meskipun tidak banyak dan mendominasi, beberapa alumni sekolah dan pesantren telah mulai mewarnai kehidupan generasi muda Indonesia.  Dikalangan NU mereka dikenal sebagai kultur hybrid, generasi muda dengan dasar ilmu agama yang cukup (santri alumni pesantren), namun menguasai ranah ilmu dan sains yang mumpuni. Di kampus-kampus PTN, alumni sekolah dibawah naungan departemen agama atau pesantren dengan sekolah formal juga mulai banyak bermunculan.

Namun, apabila ditelisik lebih dalam, mayoritas dari mereka (sekali lagi mayoritas) tidak mampu menembus persaingan global menembus Universitas bereputasi, baik  nasional maupun internasional. Kalaupun ada, hanya bisa dihitung dengan jari saja. Tentu, tidak semata-mata faktor sekolah atau pesantren bersangkutan, ada beberapa faktor lain yang juga menjadi penentu, seperti kualitas murid dan santri, yang saat masuk mereka memiliki tingkat kemampuan yang pasti berbeda. Dan yang perlu menjadi titik tekan adalah sekolah tersebut diatas, bagi sebagian besar  orangtua masih menjadi pilihan kedua atau kesekian, bukan menjadi pilihan utama dan pertama. 

Maka, agar sekolah dan pesantren bisa menjadi pilihan pertama, dan mendapatkan bahan baku dasar berkualitas, sekolah dan pesantren harus mampu menunjukkan bahwa proses belajar dan alumninya mampu bersaing dengan lulusan dan alumni sekolah-sekolah lain yang memiliki reputasi, dengan konsep yang tetap tidak boleh ditinggalkan, lulusan memiliki dasar agama yang kuat dan bekal keilmuan umum yang mumpuni.

Seperti apakah formulasi pendidikan pesantren ideal, dengan output sebagaimana deskripsi diatas  ?