zurich

zurich
Kolateral di tengah kota, Zurich Course Interventional Neuroradiology, Agustus 2016

Laman

Kamis, 23 Agustus 2018

Penuntut Ilmu, Kemana Hati Kau Bawa ?

Marilah kita bertaqwa kepada Allah SWT. Taqwa memiliki komponen lahiriah dan batiniah. Taqwa lahiriah merupakan permulaan hidayah. Taqwa lahiriah harus ditempuh terlebih dahulu sebelum mencapai ketaqwaan batiniah. Mustahil seseorang mencapai ketaqwaan batiniah sebelum melaksanakan ketaqwaan lahiriah. Mustahil mencapai yang akhir sebelum melalui yang awal.

Taqwa adalah menunaikan apa-pun perintah Allah dan Rasulnya, serta menghindari apapun larangan Allah dan rasulya. Ketakwaan lahirian adalah mentaati perintah Allah dan Rasulnya dan menghindari larangan-Nya dengan melaksanakan syariat agama. Agar amalan syariat yang secara lahirian kita lakukan sempurna, maka kita harus mempelajari ilmu agama sesuai tuntunan. Bagaimana cara berwudhu yang benar, bagaimana cara sholat dengan memenuhi syarat dan rukunnya secara sempurna. Mengetahui dengan baik syarat dan rukun dalam ibadah apapun yang kita kerjakan, baik ibadah wajib, maupun ibadah sunnah.

Setelah kita melaksanakan tuntunan tersebut secara lahiriah. Kita tidak boleh berhenti di permulaan, yaitu tatkala kita sudah berpuas diri dan merasa cukup, merasa baik, merasa sholeh, setelah menjalankan amalan lahiriah tersebut. Adakalanya kita sudah merasa bertakwa, saat kita melaksanakan sholat, zakat, puasa, haji, membaca al-qur’an, bersedekan dan sebagainya. Kita lupa bahwa Allah tidak menerima amalan yang berupa amalan lahirian saja, namun Allah menilai juga ketakwaan batiniah kita.

Ketika kita menjalankan Kurban, maka syariat Kurban yang kita laksanakan merupakan permulaan takwa kita, namun apabila hanya berhenti disitu. Maka tentu tidak bernilai dihadapan Allah.

“Allah berfirman : 
Daging-daging dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya” 
(Al Hajj : 37 )

Yang dimaksudkan dari sembelihan qurban bukanlah untuk sekadar menyembelih saja. Tidaklah sampai kepada Allah  sedikitpun dari daging dan darahnya, karena Allah maha kaya lagi terpuji, tetapi yang sampai kepada Allah adalah keikhlasan dalam menyembelihnya dan mengharap pahala serta keridhaanNya semata.

Bukankah, banyak orang berpuasa yang hanya mendapat lapar dan dahaga saja, namun amalan itu kemudian dilemparkan ke wajah-wajah mereka di akhirat, karena hanya berhenti pada amalan lahiriah dan tidak memperdulikan amalan batiniah.

Mungkin kita melihat, ada orang yang rajin sholatnya, namun juga rajin menyalahkan amalan orang lain, rajin mencaci amalan orang lain, bahkan mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengannya dalam masalah furu’ dalam agama.

Ada orang yang fasih membaca Al-Qur’an, fasih juga dalam mencela orang lain. Bacaan Al Qur’an hanya berhenti di tenggorokannya, tidak masuk ke dalam kalbunya. 

Ingatkah kita kisah Sahabat Ali Ibn Abi Thalib, Sang Pintu Ilmu. Pada 17 Ramadan, tanggal mulia yang masyhur dikenal sebagai peristiwa Nuzulul Qur'an, tanggal yang juga dikenang sebagai tonggak kemenangan kaum muslimin dalam Perang Badar, adalah tanggal di mana Sahabat Ali Karramallahu Wajhah ditikam pada subuh menjelang shalat. (Riwayat lain menulis 19 Ramadan). 

Apakah penikamnya orang kafir ? ternyata bukan ! Dia adalah Abdurrahman ibn Muljam. Sosok yang menghabiskan waktu di siang hari dengan berpuasa, malam hari dengan qiyamul lail, dan konon hafal al-Qur'an. Kawan Ibn Muljam lainnya ditugaskan membunuh Sahabat Muawiyah bin Abi Sufyan dan Sahabat Amr bin Ash Radliyallahu 'anhuma

Jika kedua Sahabat ini terhindar dari kematian saat itu, maka tidak dengan Sang Pintu Ilmu. Beliau justru gugur di tangan pembunuh yang meneriakkan “La Hukma illa Lillah, Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” sembari menikam tubuh menantu Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. 

Ketika ditangkap, Ibnu Muljam berteriak meronta sembari mengutip firman Allah: 
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).

Bukanlah ini suatu paradoks ? bagaimana orang melaksanakan syariat Allah, melaksanakan sholat, rajin qiyamul lail, pengahafal Al-Qur’an, juga seorang pembunuh manusia mulia dalam waktu yang mulia, yaitu pada waktu subuh, hari Jumat dan di bulan Ramadhan,

Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk melaksanakan amalan lahiriah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah. Dan semoga Allah memberikan petunjuk dan anugrah kepada kita kebersihan jiwa, keikhlasan, jauh dari penyakit hati dan mendapatkan kecintaan Allah pada hari akhir nanti.

Dalam kehidupan keseharian, kita sering melihat. Ada orang yang banyak sedekahnya, membangun masjid, menyantuni yang lemah, disaat bersamaan mengambil hak orang lain, melakukan perbuatan koruptif dan melalaikan amanah. 

Banyak kita melihat, orang yang baik dan tampak sholeh, mereka angkat tangan-tangan mereka berdoa pada Allah, tangan-tangan yang sama juga mereka gunakan untuk mendzalimi sesama manusia. Lidah-lidah yang memohon kepada Allah, adalah juga lidah-lidah yang menyakiti sesama muslim.

Orang-orang yang tadi disebutkan, yang secara lahirian melakukan amaliah sesuai perintah agama, tampak sebagai orang yang melaksankan ketakwaan dalam beragama, namun hanya berhenti pada ketakwaan yang bersifat lahir, yang sesungguhnya merupakan ketakwaan semu. Ketakwaan sesungguhnya tatkala seseorang melakukan yang lahir, namun juga menghiasi jiwa dengan sifat terpuji dan mebersihkan jiwa dari sifat tercela.

Ya Allah…Ya Rahman, marilah kita raba diri kita masing-masing, jangan-jangan orang yang tadi disebutkan adalah diri kita sendiri. Jangan-jangan perbuatan itu semua adalah perbuatan yang sering kita lakukan. Sungguh, kita seharusnya tidak pernah berhenti memohon ampun dan mengharap kasih sayang Allah semata. Karena banyak diantara kita yang berbuat kebaikan, bahkan merasa baik, ternyata kebaikan itu hanyalah fatamorgana, banyak diantara kita yang tampak sholeh, bahkan merasa sholeh, kesholehan itu hanya rekayasa semata. Pada akhir zaman ini, banyak diantara kita yang mungkin seolah-olah baik dan seolah-olah sholeh secara lahiriah, tatkala segala sesuatu bisa dipoles dan direkayasa, namun hanya Allah yang tahu kebaikan dan kesholehan kita secara batiniah.

Semoga kita terhindar dari apa yang difirmankan Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 104.

“ Mereka yang paling merugi lantaran kesesatan upaya mereka di kehidupan duniawi ini, dan mereka mengira bahwa mereka berbuat bajik.”

Marilah kita memohon ampun kepada Allah, jangan-jangan selama ini kita merasa diri kita baik, namun sebenarnya tidak demikian. Dan sungguh, sebagai hamba tidak ada dari kita yang sungguh-sungguh baik, karena itu selama minimal 17x sehari, dalam sholat kita selalu berdoa pada dalam dalam surat Al-Fatihah, ihdinas shirathal ustaqiim. Karena kita selalu memiliki potensi menjauh dari kebenaran, kita mohon terus kepada Allah agar kita selalu didalam jalan yang lurus.

Semua kita yang hadir disini adalah para penuntut ilmu. Karena menuntut ilmu adalah aktivitas sepanjang hayat, mulai dari ayunan bunda sampai liang lahat. Para mahasiswa, dosen, karyawan dan profesi lain yang pada dasarnya adalah para penuntut ilmu. Dalam menuntut ilmu, para penuntut ilmu dianjurkan untuk terus-menerus cenderung pada kebenaran. 
Ada 3 golongan penuntut ilmu menurut Al-Ghazali, marilah kita berkaca diri kita termasuk yang mana.

1.    Orang yang menuntut ilmu demi kehidupan akhirat akhirat. Dalam menuntut ilmu, dia mengharap hanya ridho Allah dan kebahagiaan ukhrawi. Menuntut ilmu hanya sebagai wasilah dan perantara menuju akhirat.

2.    Orang yang menuntut ilmu demi memperoleh gelar semata, memperoleh jabatan, nama besar dan harta berlimpah. Dia menyadari bahwa hal ini tak patut. Orang semacam ini berada dalam bahaya. Jika ajalnya datang, sedangkan ia belum bertobat, maka maka berahirlah kehidupannya di dunia secara su’ul khatimah. Namun, bila sempat bertaubat, sebelum ajalnya tiba, mengamalkan ilmunya dan melakukan apapun yang telah diabaikannya, ia akan selamat di akhirat. 

3.    Orang yang terpengaruh setan. Dia menjadikan ilmunya sebagai sarana untuk menumpuk harta, untuk memperoleh nama, dan untuk berbangga diri dihadapan manusia, lantaran banyak pengikutnya. Dengan ilmunya, dia merambah setiap jalan yang dapat mewujudkan dambaan-dambaan duniawinya. Meskipun demikian, dia merasa bahwa dirinya mempunyai kedududkan tinggi di sisi Allah. Orang semacam ini termasuk orang yang akan dibinasakan di akhirat dan termasuk orang yang bodoh dan terperdaya, karena tiada lagi baginya harapan untuk bertaubat, sebab dia mengira bahwa dirinya termasuk orang yang berbuat kebajikan.

Semoga kita termasuk dalam kelompok pertama, sedapat mungkin kita dapat menghindari menjadi kelompok kedua, karena banyak yang menemui ajal sebelum sempat bertaubat. Namun, kita berlindung pada Allah untuk menjadi kelompok yang ketiga.

Marilah kita terus menerus bersyukur kepada Allah. Allah yang mengajarkan kita apa yang sebelumnya tidak kita ketahui, Allah yang mengajarkan manusia padai berbicara. Apabila Allah dengan mudah memberikan kita Ilmu, demikian pula Allah sangat mudah mencabut  dan menghapus ilmu dari otak kita. 

Masih basah dalam ingatan, dari sekian banyak pasien stroke yang kami rawat di rumah sakit, sebagian dari mereka adalah orang-orang berilmu. Dalam waktu sekejap Allah menghapus ilmu dari memori mereka. Ilmu yang didapat selama bertahun-tahun, sekolah diluar negeri dalam waktu yang lama, menjadi guru besar dalam berbagai bidang, saat Allah mengambil kembali ilmu tersebut, habislah sudah semuanya. Seolah-olah Allah mengembalikan kembali pada titik awal mula dilahirkan, bahkan untuk berkomunikasi sulit, tak mampu bicara dan tidak memahami pembicaraan orang lain.

Sungguh manusia sangat lemah. Kita dan siapakah diri kita adalah apa yang kita pikirkan dan yang kita ingat. Tatkala ingatan dan memori itu telah sirna, maka kita tidak lagi memiliki pengetahuan, bahkan mengenal diri kita sendiri kita tak mampu.

Sesungguhnya ilmu hanya milik Allah, dan Allah akan mencabut ilmu tersebut kapan saja mencabutnya.

Menutup khutbah ini, tentang kehidupan dunia dan akhirat, marilah kita renungkan nasehat Sahabat Ali Ibnu Abi Thalib R.A, di akhir hayat beliau, kepada kedua putranya, Hasan dan Husain. Beliau berkata (dalam kitab Nahjul Balaghah) :

Ketahuilah, wahai anakku....
Kau diciptakan untuk kehidupan akhirat, bukan dunia...
Kau diciptakan untuk ke fanaan, bukan kebakaan....
Kau diciptakan untuk kematian, bukan kehidupan yang langgeng...

Sering-seringlah mengingat maut dan memikirkan keadaan setelahnya...
Sehingga, dia mendatangimu dalam keadaan dirimu telah siap menerimanya...
Jangan sampai dia datang secara tiba-tiba....
Sedang engkau tergagap-gagap menerimanya....

Jagalah dirimu dari perbuatan hina, meskipun mungkin perbuatan itu mendatangkan sesuatu yang menjadi keinginanmu. Apa gunanya “keuntungan” yang dicapai dengan kejahatan ? Jangan sekali-kali memperhambakan dirimu kepada siapapun, sedang Allah menciptakanmu sebagai manusia merdeka.

Apabila ada keinginan untuk bertaubat, segeralah bertaubat, karena maut bisa datang demikian cepat dan dapat menjadi penghalang antara kau dan niatanmu itu. Jika demikian, sungguh engkau menjadi penyebab kebinasaan bagi dirimu sendiri.



Rabu, 22 Agustus 2018

Doa Sebelum Tidur....

Ya Allah.....
Bangunkanlah aku pada saat yang paling Dikau senangi, sehingga Dikau dekatkan aku kepada Diri-Mu Sendiri, dan jauhkanlah aku sejauh-jauhnya dari murka-Mu.
Aku bedoa kepada-Mu, dan Dikaulah yang memberi...
Aku mengupayakan ampunan dan Dikaulah yang mengampuni...
Aku menyeru-Mu, dan Dikaulah yang menyahuti.......

(Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah)

Minggu, 19 Agustus 2018

Nasehat untuk Anak.....

Ketahuilah, wahai anakku....
Kau diciptakan untuk kehidupan akhirat, bukan dunia...
Kau diciptakan untuk ke fanaan, bukan kebakaan....
Kau diciptakan untuk kematian, bukan kehidupan yang langgeng...

Sering-seringlah mengingat maut dan memikirkan keadaan setelahnya...
Sehingga, dia mendatangimu dalam keadaan dirimu telah siap menerimanya...
Jangan sampai dia datang secara tiba-tiba....
Sedang engkau tergagap-gagap menerimanya....

(Disarikan dari Nahjul Balaghah; Mutiara kearifan Ali Ibn Abi Thalib R.A)

Senin, 13 Agustus 2018

Pergi di Akhir hari.....

Kemanakah engkau hendak pergi,
Tampakmu terus melaju mengikuti hari,
Tapak kakimu terus berjalan,
Seolah dunia tiada tepian

Ingatlah telah ditentukan suatu hari, 
Dimana engkau tak bisa melangkah lagi,
Saat terhenti semua keinginan hati
Bahkan berniat saja pun tak mampu lagi

Sungguh.....
Alangkah indah, alangkah cerah…
Saat di akhir hari hatimu khusyuk…
Semua energimu duduk tertunduk, 
Hanya satu saja, tiada yang lain
Hanya Allah saja, Allah lagi, Allahu Rabbi…

Namun kau dapati....
Wajahmu tampak penuh duka…
Kau datang, penuh dengan kebodohan, 
Kau datang, penuh dengan kesombongan,
Kau datang dengan kemiskinan hati, 
Merasa baik, merasa suci...

Kau tertunduk lesu,
Karena kau tak mampu mengandalkan sholatmu yang penuh lalai,
Kau tak tega mengandalkan amalmu yang penuh dusta
Karena baikmu hanya fatamorgana, sholehmu hanya rekayasa

Sungguh andai akhir hari itu datang…..
Kasih sayangNya sajalah yang kau harapkan…
Mungkin ada setitik kebaikan yang tidak kau sadari, 
yang tak sengaja kau kerjakan, 
justru mejadi wasilah penghapus dosa…

Karena saat kau kalkulasi, 
ternyata amalmu hanyalah debu tak berarti….
Sementara disana, api menyala sudah menanti….
Dia Yang Maha Perkasa, dapat Menghukummu dengan keadilan-Nya
Namun, hanya Kasih SayangNya semata, yang setiap masa selalu kau pinta….dapat membebaskanmu dari bencana.

Sabtu, 11 Agustus 2018

Wajah Pemimpin, Wajah Siapa ?

Biasa sajalah kawan, datarkan kerut dahimu…
Kau sendiri yang mengatakan politik hanya wasilah
Silat lidah dan retorika tak perlu berpanjangan
Tak perlu drama dan silang sengketa

Kau inginkan Negeri ini seperti apa ?
Saat di pimpin politisi, kau bilang bisa jadi sarang korupsi
Saat di pimpin pengusaha, kau bilang negeri jadi lumbung dosa
Saat di pimpin ulama, kau bilang agama tergadai jadi tak berharga
Lalu, Kau inginkan di pimpin siapa ?

Kau khotbahkan bahwa,
Pemimpin harus cerdas, tangkas, jujur dan sholeh….
Nyatanya, tokoh idolamu dulu yang tampak cerdas dan tangkas tak lagi jujur saat menjabat….
Nyatanya, tokoh panutanmu dulu yang jujur dan sholeh tak seperti harapanmu, benar pudar dengan berjalannya waktu….
Ataukah seperti banyak akademisi, yang melangit saat berargumentasi, nyatanya masuk bui saat jadi praktisi…
Nyatanya, pemimpin ‘harus’ dalam katamu, hanya ‘ada’ dalam mimpimu

Santai dulu saja kawanku, hilangkan urat tegangmu….
Siapa lagi tokoh impianmu untuk Negeri ini,
Sebutkan saja semuanya….
Ternyata, yang kau dukung itu, hanya karena mereka sepaham denganmu
Ternyata, yang kau bela itu, hanya karena mereka dari kelompokmu
Nyatanya, semua yang kau unggulkan hanya karena sesuai inginmu

Maka, sungguh kau tidak sedang memilih mereka
Sungguh engkau tidak sedang memilih pemimpin Negeri ini
Engkau sedang memilih dirimu sendiri
Engkau hanya membela dirimu sendiri
Engkau hanya ingin melampiaskan nafsumu sediri

Datar sajalah wahai kawan….
Pemimpin yang ada dihadapanmu adalah cermin dirimu
Tak perlu kau tunjuk wajah mereka dengan amarah
Jelek wajahmu, mengapa cermin kau belah…..?

Sabtu, 04 Agustus 2018

Akhir Hari di Bangsal Neurologi.....

Banyak kali kami temui, pasien sakaratul maut di bangsal neurologi. Inilah tempat pasien tak sadarkan diri, baik karena stroke maupun infeksi. Ada pula tumor, trauma, dan ensefalopati.

Kala mulai tak sadarkan diri, kala itu tak ada yang dapat mereka ucap lagi, kecuali yang lama tertanam dalam memori. Saat kesadaran mulai menurun, hilanglah atensi, pudarlah konsentrasi, terucaplah apa yang biasa terucap. Adakah terucap dzikir dan puji, ataukah umpatan caci maki. 

Banyak kami saksikan, saat menurun kesadaran, pasien tak berhenti membaca Al Qur'an. Banyak kami lihat, dalam kondisi amat berat, yang terucap hanyalah sholawat.

Namun, sering pula kami jumpai, dalam gelapnya akhir hayat, tak ada tasbih, tak ada puji, hanya teriakan tiada henti.

Sakaratul maut demikian beratnya. Terkadang hanya terucap kata, tak mampu terucap kalimat. Lidah kelu, otak beku. Tatkala ada bisikan menuntun, menyebut nama Allah, tidak juga dapat terucap asma-Nya, kecuali yang biasa mengucapkannya, tak juga terucap lafadz-Nya, kecuali yang biasa mengingat-Nya.

Ya Allah, Ya Rabbi....Anugerahilah kami, orang tua kami, keluarga kami....akhir hayat husnul khatimah....Aamiin.