zurich

zurich
Kolateral di tengah kota, Zurich Course Interventional Neuroradiology, Agustus 2016

Laman

Sabtu, 23 September 2017

Menyongsong Akhir Hayat

Hidup ini merupakan suatu perputaran yang berulang-ulang. Pagi, siang, sore dan kemudian tibalah waktu malam. Setelah malam hilang, muncul fajar, dan akan muncul pagi kembali. Kehidupan manusia dimulai dari rahim, lahir, balita, anak, remaja, dewasa dan manula. Setiap anak akan menjadi orang tua pada waktunya, dan akan melahirkan anak-anak dan generasi berikutnya. Demikianlah waktu berputar dari generasi ke generasi.

Bagian akhir dari perjalanan kehidupan adalah perpisahan dari dunia fana. Belum lama kita mendengar kematian guru-guru kita, esok hari kita mendengar kematian sahabat kita. Belum lama kita menghikmati wafatnya orang tua kita, terdengar kabar meninggalnya murid atau mahasiswa kita. Betapa kehidupan demikian cepat, waktu demikian pendek.

Maka, saat mendengar kematian mereka, saat kita mengantarkan jenazah ke pekuburan mereka, kita menyampaikan salam kepada sang mati, dan kita berkata dengan penuh keyakinan, “Kami insyaAllah akan menyusul kalian.”

Maka, perpisahan dengan dunia fana yang bagaimanakah yang kita hadapi nanti, kematian seperti apakah yang kita harapkan ? tak satupun tahu sisa usia kita, betapa banyak bayi dalam rahim telah kehilangan ruh sebelum mereka lahir ke dunia. Berapa banyak pula balita yang meninggal sebelum mereka mencapai usia dewasa. Tak seorangpun mengerti seberapa panjang sisa usianya, adakah sehasta atau sedepa.

Karena kematian, perpisahan dengan dunia fana, menuju dunia abadi adalah suatu kepastian dan keniscayaan, terserah pada kita semua, akankah memilih kematian yang indah dan husnul khatimah, ataukah kematian yang buruk atau su’ul khatimah.

Kematian yang indah adalah kematian dalam keimanan, kematian dalam Tauhid. Sabda Rasulullah “ Barang siapa akhir kalamnya La Ilaha Illallah akan masuk Sorga.” Siapakah kita ini sekarang, adakah akhir hayat kita akan fasih melafalkan kalimat tersebut ?

Kematian, berpisahnya jasad dari ruh, digambarkan oleh Rasulullah sebagai hal yang sangat menyakitkan dan menakutkan. Saat kesakitan itu sangat, saat ketakutan itu mencekam, maka kesadaran dan logika kita akan kabur. Yang muncul adalah aktivitas bawah sadar kita. Ucapan dan suasana batin akhir hayat kita akan ditentukan oleh memori dalam otak kita yang kita rawat selama hidup, bukan memori yang baru kita bangun di akhir hayat.

Marilah kita lihat orang tua. Sebagaimana dalam surat Yasin dijelaskan “ Barangsiapa ditambahkan umurnya, makan akan dikembalikan kembali kemasa awal kejadiannya.” Yang tersisa di dalam otaknya adalah memori jangka panjangnya. Memori jangka panjang di bentuk tidak dalam sekali dua kali paparan, tidak dalam satu dua waktu. Pembentukan memori jangka panjang memerlukan usaha dan repetisi.

Dalam neurologi, memori dapat singkat sesaat, working memory. Bisa merupakan memori jangka pendek, short term memory, dan dapat merupakan memori jangka panjang, long term memory. Memori sesaat dan memori jangka pendek adalah memori yang terganggu fungsinya saat memasuki usia tua. Memori sesaat berada di prefrontal korteks, ia berhubungan dengan atensi dan konsentrasi. Ia berhubungan dengan fungsi eksekutif , organizing dan planning. Memori ini merupakan jalan masuk bagi memori jangka pendek dan jangka panjang. Selama memori sesaat ini berfungsi, kemungkinan untuk menyimpan segala sesuatu dalam memori jangka pendek dan jangka panjang masih sangat memungkinkan.

Saat seseorang terkejut, panik, ketakutan, yang hadir dalam kekalutannya adalah memori jangka panjang. Akal, yang merupakan representasi fungsi eksekutif, tidak lagi berfungsi, yang tersisa adalah kalbu. Kalbu atau hati merupakan representasi memori jangka panjang yang terbentuk bertahun-tahun dan di asah secara terus menerus. Kalbu ini adalah nurani. Maka tatkala seseorang dianggap tidak memiliki hati nurani, sesunggunya dia tidak memiliki dan menjalani proses pembentukan memori jangka panjang yang positif, yang dia miliki adalah proses pembentukan memori jangka panjang yang negatif. Nurani, adalah representasi memori jangka panjang positif, dalam kondisi sadar merupakan sumber pertimbangan yang muncul dalam berbagai kekalutan.

Maka, terserah kepada kita, kembali kepada kita, apakah kita akan menimbuni dan memenuhi otak kita dengan memori jangka panjang positif, sehingga kita memiliki nurani yang peka, kalbu yang khusyuk ? ataukah akan kita timbuni dan kita penuhi memori jangka panjang dengan segala sesuatu yang negatif dan destruktif ?

Karakter, baik budi, dan akhlaq terpuji sesungguhnya bermula dari simpanan-simpanan memori yang terbentuk sejak awal kehidupan, bertahun-tahun. Tatkala ia tersimpan dalam memori jangka panjang, sulit dan bahkan mustahil untuk mengubahnya. Karena ia telah mengkristal dan menjadi ‘ilmul yaqin. Apakah ilmul yaqin itu ? Ilmu yakin adalah ilmu yang bisa dijadikan sandaran. Tatkala ada sesorang yang mampu membelah lautan ataupun memadamkan cahaya bulan, kemudian dia mengatakan bahwa 10 dikurangi 3 adalah 5, maka tentu dia tidak akan mampu mengubah keyakinan kita, apapun yang terjadi kita tetap meyakini bahwa 10 dikurangi 3 adalah 7. Inilah yang di maksud ilmul yaqih, dan keyakinan kita menjadi keyakinan haqqul yaqiin.

Karakter, adalah hasil yang berasal dari proses mental dan bahan utamanya adalah limpahan dan timbunan memori jangka panjang, ini merupakan suatu proses yang terus menerus dan memerlukan usaha keras. Karakter merupakan sikap, gesture, ungkapan dan perilaku dhohir yang bisa kita lihat dan nilai. Ia menggunaakan kekuatan ketiga memori secara simultan. Memori jangka panjang adalah proses yang didapatkan dari modalitas sensorik otak, mulai visual, auditorik, taktil dan deep sensibility.

“Lisanul haal, afshohu min lisanil maqaal.” begitu kata pepatah.

Mengapakah contoh dan perilaku itu lebih tertanam penuh dalam otak sang murid di banding kata-kata saja ? Karena contoh dan perilaku merupakan kumpulan cerita, sekuens. Otak lebih mudah menyimpan memori yang berupa sekuens dibanding hanya auditorik. Sekuens (memori tentang fakta dan peristiwa) merupakan memori yang memiliki tempat penyimpanan yang lebih luas di otak di banding memori auditorik dan sangat mudah disimpan menjadi memori jangka panjang. Sehingga, seseorang akan lebih mudah mengingat cerita dibanding suatu pernyataan dan nasehat saja. Inilah mengapa, kitab-kitab sufi selalu didahului atau diselingi kisah-kisah penuh hikmah. Inilah mengapa dalam Al-qur’an banyak sekali kisah-kisah Nabi dan orang sholih.


Maka, kembali pada kehidupan akhir hayat, maka siapakah kita yang akhir hayat kita mengucapkan lafadz La ilaha Illallah ? adalah dia yang sepanjang hidupnya melafazdkan dan mengamalkan maknanya. Tidak ada Tuhan Selain Allah, maka artinya kita membebaskan diri secara terus menerus dari penghambaan terhadap benda dan penghambaan terhadap sesama. Kita melafadzkannya dalam sholat, dzikir dan kehidupan keseharian kita, kita mengaktualisasikannya dalam aktivitas kehidupan kita. Membebaskan diri terhadap dunia, artinya kita tidak menghamba pada dunia, kita menghamba hanya pada Allah. Kita tidak tunduk pada kekuasaan dan kemauan manusia, namun kita tunduk pada Allah semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar