Ayah, Buat Apa Mondok?
Demikian tanya anakku
Aku tak bisa menjawab,
Angan melayang berpuluh tahun lalu
Kala Ayah Ibuku mengantarku ke gerbang pesantren
Ayah, bukankah mengaji bisa dari rumah?
Aku tak bisa menjawab
Imajinasi terbawa kembali,
Saat Ayah dan Ibu berbagi kisah,
Kala mereka menjadi santri
Hidup bersahaja dalam bimbingan Kiai
Ayah, kenapa harus Pondok Pesantren?
Aku tak bisa menjawab
Aku teringat,
Akan perih-nya menahan rindu
Akan betapa bernilai,
Detik demi detik waktu
Saat mereka mengunjungiku
Mencium tangan Ayahanda,
Menyembuhkan semua duka
Peluk sayang Ibu,
Memudarkan rindu membeku
Ayah, apakah aku harus nyantri seperti Ayah?
Aku tak bisa menjawab
Aku teringat Ibu,
Yang setiap mengunjungiku bertanya,
Bagaimana makanmu, nak?
Sehatkah engkau?
Beliau selalu membawa sekotak susu,
Meskipun aku tak menyukai-nya
Beliau memberikan bekal tambahan,
Meskipun Ayah mencukupi-nya
Ayah, kenapa tidak menjawab?
Demikian tanya anakku
Maka, Aku sampaikan padanya,
Dengan kata terbata-bata,
Wahai anakku,
Kalau rasa terima kasih pada orang tua
Hanya boleh diwakili oleh satu ungkapan saja
Ayah akan menyampaikan pada mereka,
“Terimakasih, sudah memberikan yang tak ternilai,
telah mengirim Aku ke pesantren.”
Dan sekarang,
Saat engkau bertanya, mengapa?
Jalani dan nikmati saja
Nanti engkau akan merasakan-nya
Tentang rasa rindu dan duka,
Ayah dan Bunda juga merasakan-nya
Rasa yang kami gantikan dengan Doa
Berharap Rahmat dan Kasih Sayang-Nya
Surabaya, 16 September 2024.
(Maulid Sayyidina Muhammad SAW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar